Garis
kemiskinan
Garis kemiskinan atau batas
kemiskinan adalah tingkat minimum pendapatan yang dianggap perlu dipenuhi untuk memperoleh standar
hidup yang mencukupi di suatu
negara. Dalam praktiknya, pemahaman resmi atau umum masyarakat mengenai garis
kemiskinan (dan juga definisi kemiskinan) lebih tinggi di negara
maju daripada di negara
berkembang.
Hampir setiap masyarakat memiliki rakyat yang hidup dalam
kemiskinan. Garis kemiskinan berguna sebagai perangkat ekonomi yang dapat
digunakan untuk mengukur rakyat miskin dan mempertimbangkan pembaharuan sosio-ekonomi, misalnya seperti program peningkatan kesejahteraan dan asuransi
pengangguran untuk menanggulangi
kemiskinan.
Garis
kemiskinan yang menentukan batas minimum pendapatan yang diperlukan untuk
memenuhi kebutuhan pokok, dapat dipengaruhi oleh tiga hal:
1.
Persepsi manusia terhadap kebutuhan pokok yang diperlukan.
2.
Posisi manusia dalam lingkungan sekitar.
3.
Kebutuhan objectif manusia untuk bisa hidup secara manusiawi.
Persepsi
manusia terhadap kebutuhan pokok yang diperlukan dipengaruhi oleh tingkat
pendidikan, adat istiadat dan sistem nilai yang dimiliki.
Ciri-Ciri
Manusia yang Hidup di Bawah Garis Kemiskinan
Mereka
yang hidup di bawah garis kemiskinan memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
Tidak
memiliki faktor-faktor produksi sendiri seperti tanah, modal, ketrampilan, dan
lain-lain.
Tidak memiliki kemungkinan untuk memperoleh aset produksi dengan kekuatan sendiri, seperti untuk memperoleh tanah garapan atau modal usaha.
Tingkat pendidikan mereka rendah, tidak sampai tamat SD.
Kebanyakan tinggal di desa sebagai pekerja bebas.
Banyak yang hidup di kota berusia muda, dan tidak mempunyai keterampilan.
Tidak memiliki kemungkinan untuk memperoleh aset produksi dengan kekuatan sendiri, seperti untuk memperoleh tanah garapan atau modal usaha.
Tingkat pendidikan mereka rendah, tidak sampai tamat SD.
Kebanyakan tinggal di desa sebagai pekerja bebas.
Banyak yang hidup di kota berusia muda, dan tidak mempunyai keterampilan.
Garis
Kemiskinan: Relatif versus Absolut
Garis
kemiskinan (GK) merupakan alat yang paling krusial dalam pengukuran kemiskinan.
Sebuah cutoff point yang dinyatakan dalam nominal uang untuk
memisahkan penduduk miskin dan nirmiskin dalam populasi. Secara sederhana,
penduduk atau rumah tangga dengan pengeluaran atau pendapatan di bawah GK
disebut miskin.
Dalam
konteks kemiskinan relatif, GK akan berubah dari waktu ke waktu bergantung pada
perubahan kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan. Ini dikarenakan, dalam
konteks relatif, kemiskinan dilihat dari perspektif seberapa sejahtera
seseorang terhadap orang lain dalam masyarakat. Dengan demikian, kemiskinan dan
si miskin akan selalu eksis dalam masyarakat (“the poor always with us”).
Jika data
lengkap mengenai pengeluaran (pendapatan) setiap individu atau rumah tangga
tersedia, penentuan GK dalam konteks kemiskinan relatif sangat mudah dilakukan.
Caranya adalah dengan mengurutkan individu atau rumah tangga berdasarkan nilai
pengeluaran (pendapatan)-nya kemudian menentukan GK secara relatif. Sebagai
contoh, GK misalnya ditetapkan sama dengan 50 persen atau setengah dari
rata-rata pengeluaran (pendapatan) seluruh penduduk atau rumah tangga. Dengan
demikian, penduduk atau rumah tangga dengan pengeluaran (pendapatan) yang lebih
kecil dari setengah rata-rata pengeluaran (pendapatan) seluruh penduduk atau
rumah tangga disebut miskin.
Cara
penentuan GK seperti ini dipraktekkan oleh Uni Eropa (European Union).
Uni Eropa mendefnisikan bahwa si miskin di negara-negara Eropa adalah mereka
yang memiliki pendapatan kurang dari 50 persen median (nilai tengah) pendapatan
seluruh penduduk. Dengan cara seperti ini, GK tentu akan berubah dari waktu ke
waktu seiiring perubahan nilai median pendapatan seluruh penduduk.
Penentuan
GK secara relatif juga terkadang tergantung pada tujuan pengukuran kemiskinan.
Misalnya, jika tujuannya adalah untuk menentukan individu atau rumah tangga
yang bakal menjadi target berbagai program anti kemiskinan, pengambil kebijakan
(pemerintah) mungkin akan menggunakan persentil ke-40 sebagai cutoff
point sehingga GK akan sama dengan nilai pengeluaran (pendapatan)
individu atau rumah tangga pada persentil ke-40. Dengan demikian, 40 persen
individu atau rumah tangga dengan pengeluaran (pendapatan) terendah akan
dikategorikan miskin dan menjadi target program anti kemiskinan.
Berbeda
dengan GK dalam konteks kemiskinan relatif, dalam konteks kemiskinan absolut GK
selalu tetap (fixed) dari waktu ke waktu. Perlu dipahami bahwa makna
kata tetap di sini bukan pada nilai nominalnya tetapi pada standar yang
digunakan untuk menghitung GK. Dalam prakteknya, GK secara nominal akan berubah
meskipun tidak signifikan setelah mengalami penyesuain terhadap
perkembangan harga-harga (inflasi).
Penggunaan
GK dengan standar yang tetap sangat berguna untuk perbandingan kemiskinan antar
waktu dan antar wilayah, serta untuk mengevaluasi dan memonitor keberhasilan
berbagai program dan kebijakan anti kemiskinan yang telah dijalankan dari waktu
ke waktu. Terkait pencapaian tujuan MDGs, misalnya, Bank Dunia menggunakan GK
absolut sebesar 1,25 dollar PPP dan 2 dollar PPP untuk membandingkan kemiskinan
antar negara sekaligus mengevaluasi keberhasilan “perang” melawan kemiskinan
secara global.
Dalam konteks
kemiskinan absolut, penghitungan GK didasarkan pada konsep bahwa si miskin
adalah mereka yang tidak mampu memenuhi kebutuhan makanan dan non-makanan agar
dapat mencapai derajat hidup layak (well-being). Dalam kasus ini, GK
ditentukan dengan menghitung biaya yang dibutuhkan individu atau rumah tangga
untuk mendapatkan paket komoditi (bundle commodities) yang merupakan
kebutuhan dasar untuk hidup layak. Dengan kata lain, jika diasumsikan bahwa
indikator hidup layak yang digunakan adalah nilai konsumsi, si miskin adalah
mereka yang nilai konsumsinya lebih kecil dari GK yang merupakan standar
minimum hidup layak.
Ada tiga
metode yang dikenal dalam penghitungan GK dalam konteks kemiskinan absolut,
yakni metode biaya pemenuhan kebutuhan dasar (cost of basic needs approach),
kecukupan asupan energi (food energy intake), dan garis kemiskinan
subjektif (subjective poverty line).
Metode
biaya pemenuhan kebutuhan dasar merupakan metode yang paling banyak digunakan
di berbagai negara, termasuk Amerika Serikat dan Indonesia. Secara teknis,
penghitungan GK dengan metode ini dilakukan dengan terlebih dahulu mengestimasi
biaya (cost) yang harus dikeluarkan oleh individu untuk memperoleh
makanan yang cukup sehingga kebutuhannya akan nutrisi (energi) terpenuhi
biasanya, ditetapkan sebesar 2.100 kilo kalori per orang per hari kemudian
menambahkannya dengan biaya yang harus dikeluarkan oleh individu untuk memenuhi
berbagai kebutuhan esensial non-makanan, seperti pakaian, perumahan,
pendidikakan, dan kesehatan.
Penentuan
GK dengan menggunakan metode pemenuhan kebutuhan dasar membutuhkan ketersediaan
informasi mengenai harga barang yang dikonsumsi oleh si miskin. Jika informasi
ini tidak tersedia, metode kecukupan asupan energi dapat digunakan. Pada
dasarnya, dengan metode kecukupan asupan energi nilai GK merupakan
tingkat pengeluaran (pendapatan) individu yang dengannya memungkinkan bagi
individu tersebut untuk memenuhi kecukupan asupan energinya sebesar 2.100 kilo
kalori per hari.
http://id.wikipedia.org/wiki/Garis_kemiskinan
https://ciptadestiara.wordpress.com/category/ciri-ciri-orang-yang-hidup-dibawah-garis-kemiskinan/
http://ekonomi.kompasiana.com/bisnis/2013/02/10/jumlah-si-miskin-3a-garis-kemiskinan-bagaimana-menghitungnya-527270.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar