Pertumbuhan Ekonomi selama Orde Baru hingga saat ini
PEMERINTAHAN
ORDE BARU
Tepatnya Maret
1966 Indonesia memasuki pemerintahan orde baru. Perhatian pemerintah
lebih ditujukan pada peningkatan kesejahteraan masyarakat lewat pembangunan
ekonomi dan social di tanah air. Hubungan dengan negara barat dijalin
kembali dan ideology komunis dijauhi. Indonesia kembali menjadi anggota
PBB, IMF dan World Bank.
Langkah yang
dilakukan pada masa orde baru antara lain:
1. pemulihan
stabilitas ekonomi, social dan politik serta rehabilitasi ekonomi
2. mencukupkan
stok cadangan bahan pangan (terutama beras)
3. menghidupkan kegiatan produksi
4. meningkatkan ekspor
5. menekan
tingkat inflasi
6. mengurangi defisit keuangan pemerintah
7. menciptakan
lapangan pekerjaan
8. mengundang
kembali investor asing
9. penyusunan
rencana pembangunan lima tahun secara bertahap dengan target-target yang jelas
Secara
keseluruhan program ekonomi pemerintah orde baru dibagi menjadi dua jangka
waktu yang saling berkaitan yaitu Program jangka pendek dan Program jangka
panjang. Program jangka pendek meliputi:
1. tahap
penyelamatan (Juli-Desember 1966)
2. tahap
rehabilitasi (Januari-Juni 1967)
3. tahap
konsolidasi (Juli-Desember 1967)
4. tahap
stabilisasi (Januari-Juni 1968)
Program jangka
pendek ini dilanjutkan dengan program jangka panjang, yang terdiri atas
rangkaian REPELITA yang dimulai April 1969. program jangka panjang dibagi
menjadi tahapan-tahapan Repelita. Tahap pelaksanaan Pelita I (1969/1970)
sampai Pelita V (1993/1994) disebut Pembangunan Jangka Panjang 25 tahun Pertama
(PJP I). Sedangkan Pelita VI sampai Repelita X disebut PJP II.
Namun pemerintah orde baru hanya dapat menyelesaikan sampai tahap pembangunan
pelita VI sedangkan pelita VII hanya sempat dilaksanakan satu tahun anggaran.
Adapun tujuan
janka panjang dari pembangunan ekonomi di Indonesia pada masa orde baru
adalah meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui proses industrialisasi
dalam skala besar, yang pada saat itu diangggap satu-satunya cara yang paling
tepat dan efektif untuk menanggulangi masalah-masalah ekonomi, seperti
kesempatan kerja dan defisit neraca pembayaran.
Pada masa
pemerintahan orde baru pelaksanaan pembangunan senantiasa diarahkan pada
pencapaian tiga sasaran pembangunan, meskipun prioritasnya berubah-ubah sesuai
dengan masalah dan situasi yang dihadapi saat ini. Ketiga sasaran
tersebut dikenal dengan Trilogi Pembangunan:
•
stabilitas perekonomian
•
pertumbuhan ekonomi
•
pemerataan hasil-hasil pembangunan
Dampak Repelita
I dan pelita-pelita berikutnya terhadap perekonomian Indonesia cukup
mengagumkan. Proses pembangunan berjalan sangat cepat dengan laju
pertumbuhan rata-rata per tahun yang cukup tinggi, jauh lebih baik daripada
selama orde lama dan juga relatif lebih tinggi daripada laju rata-rata
pertumbuhan ekonomi dari kelompok negara-negara berkembang.
Perubahan
ekonomi structural juga sangat nyata selama masa orde baru bila dilihat dari
perubahan PDB, terutama dari sector pertanian dan industri. Meningkatnya
kontribusi output dari sector industri manufaktur terhadap pertumbuhan PDB
selama periode orde baru mencerminkan adanya proses industrialisasi atau
transformasi ekonomi di Indonesia dari negara agraris ke semi industri.
Ini merupakan salah satu perbedaan nyata dalam sejarah perekonomian Indonesia
antara rezim orde baru dengan orde lama.
Sejak masa orde
lama hingga berakhirnya orde baru dapat dikatakan Indonesia telah mengalami 2
orientasi kebijakan ekonomi yang berbeda, yakni ekonomi tertutup yang
berorientasi sosialis pada jaman Soekarno ke ekonomi terbuka yang
berorientasi kapitalis pada jaman Soeharto. Perubahan orientasi kebijakan
ekonomi ini membuat kinerja ekonomi nasional pada pemerintahan orde baru lebih
baik dibanding pemerintahan orde lama.
Pengalaman ini
menunjukkan beberapa kondisi utama yang harus dipenuhi terlebih
dahulu agar usaha membangun ekonomi berjalan baik. Kondisi-kondisi
tersebut adalah sebagai berikut:
1.
kemauan yang kuat (political will)
2.
stabilitas politik dan ekonomi
3.
SDM yang lebih baik
4.
system politik dan ekonomi yang Western Oriented
5.
kondisi ekonomi dan politik dunia yang lebih baik
Kebijakan-kebijakan
ekonomi masa orde baru memang telah menghasilkan proses transformasi ekonomi
yang pesat dan laju pertumbuhan ekonomi yang tinggi, tetapi dengan biaya yang
sangat mahal dan fundamental ekonomi yang rapuh. Dapat dilihat
antara lain pada buruknya kondisi sector perbankan nasional dan semakin
besarnya ketergantungan Indonesia terhadap modal asing, termasuk pinjaman dan
impor.
PEMERINTAHAN
TRANSISI
Tanggal 14 dan
15 Mei 1997 nilai tukar bath Thailand terhadap dolar AS mengalami goncangan
hebat akibat para investor asing mengambil keputusan “jual”. Mereka
mengambil sikap demikian karena tidak percaya lagi terhadap prospek
perekonomian negara tersebut, paling tidak untuk jangka pendek. 2 Juli
1997 bank sentral Thailand terpaksa mengumumkan nilai tukar bath dibebaskan
dari ikatan dengan dolar AS. Sejak itu nasibnya diserahkan sepenuhnya
pada pasar. Hari itu juga pemerintah Thailand meminta bantuan IMF.
Apa yang
terjadi di Thailand akhirnya merembet ke Indonesia dan beberapa negara asia
lainnya, awal dari krisis keuangan di Asia. Rupiah Indonesia mulai
terasa goyang sekitar Juli 1997 dari Rp.2500 menjadi Rp.2650 per dolar
AS. Sejak saat itu, posisi mata uang Indonesia mulai tidak stabil.
Sekitar
September 1997, nilai tukar rupiah yang terus melemah mulai menggoncang
perekonomian nasional. Untuk mencegah agar keadaan tidak bertambah buruk,
pemerintah orde baru mengambil beberapa langkah konkrit, di antaranya menunda
proyek-proyek senilai Rp.39 trilyun dalam upaya mengimbangi keterbatasan
anggaran belanja negara yang sangat dipengaruhi perubahan nilai rupiah
tersebut. Awalnya pemerintah berusaha menangani krisis rupiah ini dengan
kekuatan sendiri. Akan tetapi setelah menyadari merosotnya nilai tukar
rupiah terhadap dolar AS tidak dapat dibendung lagi dengan kekuatan sendiri, lebih
lagi karena cadangan dolar AS di BI mulai menipis karena terus digunakan untuk
intervensi untuk menahan atau untuk mendongkrak kembali nilai tukar
rupiah. 8 Oktober 1997 pemerintah Indonesia meminta bantuan keuangan dari
IMF. Hal yang sama juga dilakukan pemerintah Thailand, Filiphina dan
Korea Selatan.
Akhir Oktober
1997 IMF mengumumkan paket bantuannya pada Indonesia yang mencapai 40 milyar
dolar AS, 23 milyar di antaranya adalah pertahanan lapis pertama (front line
defence). Sehari setelah pengumuman itu, seiring dengan paket reformasi
yang ditentukan oleh IMF, pemerintah mengumumkan pencabutan ijin usaha 16 bank
swasta yang dinilai tidak sehat. Ini merupakan awal kehancuran
perekonomian Indonesia.
Krisis rupiah
yang menjelma menjadi krisis ekonomi akhirnya menimbulkan krisis politik
yang dapat dikatakan terbesar dalam sejarah Indonesia sejak merdeka. 21
Mei 1998 presiden Soeharto mengundurkan diri dan diganti oleh wakilnya
BJ.Habibie. 23 Mei 1998 presiden Habibie membentuk kabinet baru, awal terbentuknya
pemerintahan transisi.
PEMERINTAHAN
REFORMASI
Dalam hal
ekonomi, dibandingkan tahun sebelumnya, pada 1999 kondisi perekonomian
Indonesia mulai menunjukkan adanya perbaikan. Laju pertumbuhan PDB mulai
positif walaupun tidak jauh dari 0 % dan pada tahun 2000 proses pemulihan
perekonomian Indonesia jauh lebih baik lagi dengan laju pertumbuhan hampir
mencapai 5 %.
Selama
pemerintahan reformasi, praktis tidak ada satupun masalah di dalam negeri yang
dapat terselesaikan dengan baik. Berbagai kerusuhan social yang bernuansa
disintegrasi dan sara terus berlanjut, misalnya pemberontakan di Aceh, Maluku,
dsb. Belum lagi demonstrasi buruh semakin gencar yang mencerminkan
semakin tidak puasnya mereka terhadap kondisi perekonomian di dalam negeri,
juga pertikaian elit politik semakin besar.
Selain itu,
hubungan pemerintah Indonesia di bawah pimpinan Abdurahman Wahid dengan IMF
juga tidak baik, terutama karena masalah amandemen UU no.23 tahun 1999 mengenai
Bank Indonesia, penetapan otonomi daerah, terutama menyangkut kebebasan daerah
untuk pinjam uang dari luar negeri dan revisi APBN 2001 yang terus tertunda
pelaksanaannya. Tidak tuntasnya revisi tersebut menyebabkan IMF menunda
pencairan bantuannya, padahal roda perekonomian nasional saat itu bergantung
pada bantuan IMF. Selain itu, Indonesia terancam dinyatakan bangkrut oleh
Paris Club (negara-negara donor) karena sudah kelihatan jelas bahwa
Indonesia dengan kondisi perekonomian yang semakin buruk dan defisit
keuangan pemerintah yang terus membengkak, tidak mungkin mampu membayar kembali
hutangnya yang sebagian besar akan jatuh tempo pada 2002. bahkan Bank
Dunia juga mengancam akan menghentikan pinjaman baru jika kesepakatan IMF
dengan pemerintah Indonesia macet.
http://ngopibro.blogspot.com/2014/02/sejarah-ekonomi-indonesia-sejak-orde.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar